WahanaNews-Jakarta l Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, menanggapi isu penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Fahri Hamzah meminta tidak ada pihak-pihak yang menjerumuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat gerakan-gerakan yang merusak demokrasi.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Pernyataan ini disampaikan lewat akun Twitter miliknya, @Fahrihamzah, Jumat (4/3).
Fahri kemudian menyinggung soal Jokowi yang akan mengakhiri masa jabatan lebih baik dibandingkan Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Tentang presiden kita yg terakhir, yang Saya bayangkan adalah bahwa presiden Jokowi akan lebih mulus dari Presiden SBY oleh beberapa alasan: pertama, beliau bukan pemimpin partai politik yg akan tergoda tetap berkuasa di belakang layar seperti mantan presiden sebelumnya," kata Fahri.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Alasan kedua, kata Fahri, Jokowi tidak bisa mewariskan kekuasaan apapun kepada keluarganya. Ketiga, anak menantu Jokowi telah menjadi pejabat publik melalui proses politik Pilihan rakyat dan bukan sebuah pewarisan sebagaimana tuduhan orang bahwa ia melanggengkan dinasti.
"Terhadap posisi ini, saya berpendapat bahwa Pak Jokowi tidak mewariskan dinasti tapi menyerahkan mereka untuk berkompetisi. Rakyat bisa memilih bisa juga tidak. Di Amerika Serikat, Bush Jr, Kennedy Jr dan lain-lain tidak disebut mewariskan dinasti dlm arti negatif," klaim Fahri.
Namun Fahri mengakui dalam kompetisi demokrasi akan nampak seberapa besar seorang penguasa menggunakan kekuasaan publiknya untuk kepada pribadi dan keluarganya. Fahrilalu menyinggung kasus pelaporan dugaan korupsi terhadap dua anak Jokowi, Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming.
"Belakangan mulai ada keberanian masyarakat melaporkan presiden dan keluarganya terkait bisnis. Ini harus menjadi lampu kuning karena sekali lagi ini adalah semacam "kutukan periode kedua". Pak SBY juga mengalami pada periode kedua korupsi pejabat partainya terbongkar," kata Fahri.
Terkait kekuasaan di parpol, Fahri menegaskan lebih mungkin disebut mewariskan dinasti kepada orang yang mewariskan partai politik. Namun menurut klaim Fahri, itu tidak dilakukan oleh Jokowi karena ia bukan pimpinan partai politik dan anaknya bukan pejabat teras partai politik tertentu.
Sementara itu, Fahri mengakui SBY berakhir dengan baik tanpa agenda tambahan yang bermasalah. Tetapi tetap saja mendapat catatan karena SBY yang berusaha menyelamatkan partainya dan mengharuskan dia tetap jadi Ketum Partai Demokrat.
Sekarang partai Demokrat, kata Fahri diwarisi oleh anaknya dan sedikit banyak ada cidera dalam pewarisan, tidak mulus. Ia mengaku sah-sah saja SBY menyelamatkan partai yang ia dirikan, tetapi oleh sebagian kalangan itu menciderai kenegarawannnya. Namun akhirnya semua publik tahu.
"Oleh sebab itu saya membayangkan Pak Jokowi akan berakhir lebih baik daripada presiden yg mewariskan parpol. Ini poin krusial yang harus dipertahankan oleh mereka yang betul2 mencintai Pak Jokowi secara benar, demi keselamatan bangsa dan negara, serta beliau dan keluarganya," tambah Fahri.
Lebih lanjut, Fahri mengaku akan mengingatkan Jokowi untuk tidak memberikan jalan kepada pihak-pihak yang mencari perhatian, kekuasaan lebih, serta pengkhianat untuk berada di sekitar kekuasaan selamanya.
Pasalnya, Fahri yakin, dengan watak bangsa Indonesia yang feodal memungkinkan pemilu 2024 diundur terjadi.
"Kita harus waspada agar Pak Jokowi tidak menderita hal yang sama masuk ke lubang permainan yang membuat namanya tercatat buruk ketika berakhir kelak," ucapnya.
Menurutnya, upaya menyelamatkan jadwal dan tradisi konstitusional secara terus menerus akan membuat anak bangsa bisa bertumbuh dengan aman dan selamat menjadi insan yang memiliki peradaban tinggi.
Sebagai informasi, wacana penundaan Pemilu 2024 muncul baru-baru ini tidak lama setelah pengumuman jadwal Pemilu 2024 oleh KPU RI.
Usulan menunda pemilu awalnya muncul dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Dukungan itu kemudian disusul oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan. [non]