Hal tersebut kemudian erat kaitannya dengan proses lelang dan distribusi alat peraga kampanye untuk Pemilu 2024. Pasalnya, sesuai mandat sistem proporsional terbuka dan UU Pemilu, surat suara diwajibkan memuat nama, foto, dan nomor urut peserta.
Sementara hal tersebut baru dapat dilakukan usai proses sengketa pencalonan di PTUN terselesaikan.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
"Karena surat suara itu acuannya adalah DCT. Tentu ini (pembuatan surat suara) juga setelah penetapan DCT dan tuntas sengketa PTUN pasca penetapan DCT," tuturnya.
Berdasarkan perhitungan KPU sendiri, kedua proses tersebut setidaknya bakal menghabiskan waktu selama 164 hari. Masing-masing 38 hari untuk proses sengketa dan proses logistik selama 126 hari.
Di sisi lain, KPU juga masih memiliki tantangan dalam mendistribusikan surat suara ke pelbagai TPS yang ada di tiap-tiap pulau. Oleh sebab itu, kata dia, waktu masa kampanye selama 120 hari yang diajukan KPU tersebut sudah jauh dipadatkan dari waktu seharusnya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Makanya dalam PKPU ini sudah mengharuskan pemadatan proses sengketa, distribusi, dan logistik. Jadi ada pertimbangannya kenapa itu 120 hari," tegasnya.
"Jadi jangan sampai KPU dimampatkan kampanyenya kemudian tahapan logistiknya melanggar aturan perundang-undangan," pungkasnya.
Gagasan memperpendek masa kampanye sebelumnya disampaikan kader PDIP yang merupakan Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang. Dia ingin masa kampanye hanya berlangsung 50-75 hari, atau lebih pendek dari usulan KPU hingga 120 hari.