WahanaNews-Jakarta | Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pasal penggeledahan dalam UU Polri.
Respon dari ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyampaikan polisi tidak bisa sembarangan melakukan penggeledahan.
Baca Juga:
Gendeng Indomobil, PLN Icon Plus Siap Kolaborasi Wujudkan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
Isnur mengatakan penggeledahan hanya boleh dilakukan penyidik pada tahap penyelidikan. Dia berkata tak semua anggota Polri bisa menggeledah warga.
"Seharusnya kepolisian sudah paham yang lakukan penggeledahan penyidik dalam tugas penyidikan. Sudah ada surat perintah penyidikan, surat penetapan tersangka, baru dia penyidikan. Itu yang benar," kata Isnur, kemarin.
Isnur menjelaskan aturan penggeledahan tercantum dalam pasal 33-37 Kita Undang-Undang Hukum Cara Pidana (Kuhap). Menurutnya, kepolisian tidak bisa melakukan penggeledahan tanpa mengindahkan tata cara dalam aturan itu.
Baca Juga:
Gendeng Indomobil, PLN Icon Plus Siap Kolaborasi Wujudkan Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik
Meski demikian, Isnur menyebut kepolisian sering kali melakukan penggeledahan tak sesuai aturan. Dia memberi contoh kasus Aipda Ambarita yang menggeledah ponsel warga dalam razia yang ditayangkan di televisi.
"Seperti Ambarita ya, dia melakukan penggeledahan dalam tugas apa? Kalau dia sebagai penyidik, ada sprindik dalam perkara tertentu, dia bisa. Tapi kalau orang lewat langsung disita, digeledah, itu enggak boleh, jelas melanggar," ujarnya.
Isnur berpendapat seharusnya MK memberi tafsir untuk aturan penggeledahan pada pasal 16 ayat (1) UU Polri. Dia merasa perlu ada penegasan soal pihak yang boleh melakukan penggeledahan.