JAKARTA.WAHANANEWS.CO, Surabaya - Banjir bandang disertai longsor dan hantaman kayu gelondongan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah meninggalkan kerusakan parah.
Rumah-rumah hancur, fasilitas umum lumpuh, listrik padam, sumber air terputus, dan banyak warga kehilangan anggota keluarga, tempat tinggal, maupun mata pencaharian. Dampaknya bukan hanya fisik, melainkan juga sosial, psikologis, ekonomi, hingga spiritual.
Baca Juga:
Peduli Korban Banjir, Wabup Labura Lepas Bantuan Kemanusiaan untuk Sumut dan Aceh
Dalam kondisi darurat seperti ini, kita perlu respons yang cepat, terkoordinasi, dan terstruktur, sebagaimana Indonesia menangani pandemi COVID-19. Walaupun berbeda jenis bencana, Covid-19 memberikan pelajaran berharga tentang manajemen krisis berskala besar, yang relevan untuk menghadapi bencana alam saat ini.
1. Zona Penampungan Terpusat: Mengadopsi Model Isolasi COVID-19
Pada masa pandemi, pemerintah berhasil membangun banyak pusat isolasi terpusat — stadion, gedung pertemuan, asrama haji, dan wisma — yang disulap menjadi fasilitas penampungan lengkap dengan layanan dasar.
Baca Juga:
PT Solusi Bangun Andalas Salurkan Bantuan untuk Masyarakat Aceh Terdampak Banjir
Pendekatan ini dapat diterapkan kembali untuk korban banjir bandang:
Shelter besar dan terstandar di gedung sekolah, balai desa, stadion, atau tenda modular.
Layanan terintegrasi: air bersih, sanitasi, pos kesehatan, dapur umum, logistik.
Data penduduk terpusat sehingga distribusi bantuan tepat sasaran.
Zona ramah anak untuk mencegah trauma berkepanjangan.
Ketika ribuan keluarga kehilangan rumah dalam semalam, model penampungan terkoordinasi seperti ini dapat menjadi penyelamat.
2. Mobilisasi Nasional: Mengulang Soliditas Respons Pandemi
COVID-19 menunjukkan bahwa sinergi pemerintah–TNI–Polri–tenaga medis–relawan–komunitas mampu menyelamatkan jutaan jiwa. Mobilisasi seperti ini perlu dilakukan kembali.
Beberapa langkah yang bisa diterapkan:
Tenaga kesehatan mobile seperti klinik lapangan dan ambulans terapung.
Distribusi air bersih massal seperti saat distribusi vaksin.
Dapur umum terstandar untuk mencegah krisis gizi.
Pemulihan cepat fasilitas ibadah, karena masjid menjadi pusat pemulihan sosial dan spiritual.
Pendekatan “semua turun tangan” ini terbukti efektif selama pandemi, dan sama pentingnya dalam fase pemulihan bencana.
3. Komunikasi Publik yang Jelas dan Konsisten
Pandemi juga mengajarkan pentingnya komunikasi satu pintu agar masyarakat: tidak panik, tidak percaya hoaks, dan mengetahui apa yang harus dilakukan.
Pada penanganan banjir bandang, model ini bisa diterapkan melalui: briefing harian pemerintah daerah, dashboard digital kerusakan & bantuan, SOP evakuasi yang dipublikasikan secara jelas, edukasi mitigasi menghadapi hujan ekstrem berikutnya.
Komunikasi yang baik membantu masyarakat merasa aman, terarah, dan tidak sendirian.
4. Pemulihan Sosial-Ekonomi: Belajar dari Program Pemulihan Nasional (PEN)
Pandemi memberi contoh bahwa pemulihan ekonomi harus dilakukan cepat dan terarah. Warga yang terkena dampak banjir bandang membutuhkan hal serupa: Bantuan tunai darurat, pemulihan UMKM, perbaikan lahan pertanian, pemberdayaan pekerja rentan, dan permodalan mikro.
Dengan intervensi yang tepat, masyarakat bisa kembali bekerja sebelum kerusakan jangka panjang mengakar.
5. Ketahanan Jangka Panjang: Rehabilitasi Lingkungan dan Sistem Peringatan Dini
Pertanyaan besar yang muncul dari masyarakat adalah :
”Apakah tahun depan akan terjadi lagi banjir bandang seperti ini?”
Pertanyaan tersebut sangat wajar. Untuk menjawabnya, kita perlu: Reboisasi dan pengawasan kawasan hulu, pembersihan jalur sungai, pembangunan sabo dam dan check dam, sistem peringatan dini berbasis sensor, edukasi kesiapsiagaan di sekolah dan masyarakat.
Tanpa memperbaiki lingkungan, bencana serupa bisa terulang. Pemulihan bukan hanya membangun kembali, tetapi membangun lebih aman.
Penutup : Dari Krisis Menuju Ketangguhan Baru
COVID-19 menunjukkan bahwa Indonesia mampu menghadapi krisis besar jika bekerja bersama dan bertindak terkoordinasi. Pendekatan ini layak diterapkan pada penanganan banjir bandang agar masyarakat tidak hanya selamat, tetapi pulih, bangkit, dan lebih kuat dari sebelumnya.
”Bencana boleh datang tiba-tiba, tetapi ketangguhan adalah pilihan yang kita bangun bersama.”
[Redaktur: Robert Gultom]