WahanaNews-Jakarta | Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) lakukan survei singkat presepsi orang tua (ortu) murid mengenai pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah melonjaknya kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia.
Hasilnya, sebanyak 25% orang tua usulkan agar PTM dihentikan.
Baca Juga:
Viral Mantan Polisi di Labuhanbatu Tuding Kapolres Terima Suap, Kasusnya SP3
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan survei singkat KPAI dilakukan menggunakan aplikasi Google Drive dengan diikuti oleh 1.209 partisipan.
Survei berlangsung pada 4-6 Februari 2022 dan hanya meliputi partisipan di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendorong evaluasi PTM di tiga wilayah tersebut.
Baca Juga:
Ridwan Kamil Janji Bereskan Masalah Tempat Ibadah dan Jamin Keadilan Sosial di Jakarta
Dari 1.209 partisipan survei didominasi DKI Jakarta sebanyak 74%, Jawa Barat 20%, Banten 4%, dan wilayah selain ketiga daerah itu sebanyak 2%.
Pekerjaan responden adalah guru/dosen 8% dan selain guru/dosen 92%.
Adapun jenjang pendidikan anak-anak para responden yang terbanyak adalah SMA/SMK/MA/SLB mencapai 71%, SMP/MTs/SLB 15% dan SD/MI/SLB 14%.
"Survei singkat ini untuk mengetahui pandangan orang tua terkait kebijakan PTM 100 persen di wilayah PPKM level 1 dan 2. Juga usulan orang tua untuk perbaikan kebijakan PTM demi melindungi dan memenuhi hak-hak anak di masa pandemi, yaitu hak hidup, hak sehat dan hak atas pendidikan. Karena setiap kebijakan pendidikan, seharusnya mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, keselamatan anak di atas segalanya," kata Retno dalam keterangan tertulis, Selasa (8/2/2022).
Dalam survei KPAI terungkap mayoritas orang tua menyetujui kebijakan PTM 100 persen meski kasus Omicron terus meningkat di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Responden yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen berjumlah 61%, sedangkan yang tidak menyetujui kebijakan tersebut berjumlah 39%.
"Meskipun jumlah yang tidak menyetujui lebih kecil dari yang menyetujui kebijakan PTM 100 persen, namun pemerintah tak boleh mengabaikan suara mereka. Kelompok ini yang harus difasilitasi 'izin orang tua untuk anaknya mengikuti PTM' di semua level PPKM. Karena ketika kebijakan PTM 100 persen maka izin orang tua tidak ada lagi, padahal ada 39% orang tua khawatir anaknya mengikuti PTM dan berharap dapat memilih serta dilayani PJJ," ucapnya.
KPAI mengungkap alasan orang tua peserta didik yang setuju dengan anaknya mengikuti PTM 100 persen meski ada lonjakan kasus Corona.
Berikut ini alasannya:
1. Anak-anak sudah jenuh PJJ dan malah sibuk dengan gadget-nya untuk memainkan game online ataupun social media (28%);
2. Anak-anak sudah terlalu lama PJJ, sehingga mengalami penurunan karena ketidakefektifan proses pembelajaran (50%);
3. Kalau anak-anak dan sekolah menerapkan protokol kesehatan ketat, maka penularan Covid-19 bisa diminimalkan (15%);
4. Orang tua yang bekerja sulit mendampingi anak untuk PJJ (3%); dn 4 jawaban lainnya (4%).
"Data tersebut menunjukkan bahwa alasan para orang tua yang menyetujui PTM 100 persen meskipun kasus Covid sedang meningkat adalah mengkhawatirkan 'learning loss' pada anak-anak mereka, karena mereka menilai PJJ kurang efektif sehingga anak-anak mereka menemui kesulitan memahami materi selama proses pembelajaran," ujar Retno.
KPAI juga membeberkan alasan orang tua peserta didik yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100 persen. Berikut ini alasannya:
1. Anak belum mendapatkan vaksin atau belum di vaksin lengkap 2 dosis (2%);
2. Anak-anak sulit dikontrol perilakunya, terutama peserta didik TK dan SD (3%);
3. Jika kapasitas PTM 100%, maka anak-anak selama pembelajaran sulit jaga jarak (21%);
4. Meningkatnya kasus COVID, khususnya Omicron (72%); dan jawaban lainnya (2%).
"Mayoritas orang tua yang tidak menyetujui kebijakan PTM 100% memiliki alasan kesehatan, yaitu meningkatnya kasus COVID, terutama Omicron yang memiliki daya tular 3-5 kali lipat dari delta, sehingga mereka tidak ingin anak-anaknya tertular," katanya.
Saat ditanya 'apakah selama PTM 100 persen dilaksanakan sekolah anak responden pernah ditutup sementara karena adanya kasus positif Covid-19?', jawaban responden cukup mengejutkan.
Sebab, kata Retno, responden yang mengaku sudah pernah sekolahnya ditutup sebagai tindak lanjut adanya temuan kasus Covid di sekolahnya ada 78%, dan yang belum pernah sekolah anaknya ditutup sebanyak 22%.
"Walaupun sekolah anaknya pernah ditutup karena adanya kasus warga sekolah yang positif, namun para orang tua tetap mengizinkan anaknya kembali bersekolah tatap muka setelah sekolahnya ditutup beberapa hari. Alasannya, mereka mempercayai sekolah dan pemerintah daerah sudah sesuai SKB 4 Menteri dan telah dilakukan 3T (Tracing, Testing dan Treatment)," imbuh Retno.
Ada sejumlah saran dari responden kepada pemerintah daerah seiring meningkatnya kasus COVID saat ini, terutama Omicron. Berikut ini sarannya:
1. Hentikan sementara PTM hingga 14 hari usai liburan Idul fitri (4%);
2. Hentikan sementara PTM sampai Maret 2022 (11%);
3. Hentikan sementara PTM sampai tahun ajaran baru Juli 2022 (10%);
4. Kembali ke PTM dengan kapasitas 50% (24%);
5. Tetap PTM 100% asalkan patuh protokol kesehatan dan anak langsung pulang kerumah (47%), dan jawaban lainnya (4%).
"Usulan para orang tua dalam survei ini tetaplah mendukung pelaksanaan PTM, hanya saja mereka ingin kapasitasnya dikurangi menjadi 50 persen saja, mengingat sulitnya jaga jarak saat proses pembelajaran di dalam kelas dan dalam ruangan tertutup selama beberapa jam, ini beresiko tinggi penularan. Bahkan ada 25% orang tua yang ingin PTM dihentikan dahulu," ujar Retno.
"Suara orang tua yang meminta PTM dihentikan terlebih dahulu karena Indonesia memasuki gelombang ketiga dan angka kasus Covid-19 di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, sangat amat patut menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Atas dasar konvensi hak anak, di masa pandemi negara harus mengutamakan keselamatan anak di atas segalanya. Hak hidup nomor 1, hak sehat nomor 2 dan hak pendidikan di nomor 3, urutannya seharusnya demikian," tambahnya.[non]