WahanaNews.co, Jakarta - Warga Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, menggelar konferensi pers menuntut keadilan dari Mahkamah Agung terkait rencana penambangan oleh PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).
Sebelumnya, pada 14 Februari 2024, warga Dairi mengajukan gugatan kasasi ke MA setelah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menyatakan Persetujuan Lingkungan PT DPM sah pada persidangan 22 November 2023.
Baca Juga:
PT DPM Bantu Normalisasi, Sawah Warga Bongkaras Dairi Kembali Dapat Dikelola
Persetujuan tersebut diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui SK No. 854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup PT Dairi Prima Mineral. Padahal, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah memutuskan Persetujuan Lingkungan PT DPM tidak sah dan memerintahkan KLHK mencabut izin tersebut pada 24 Juli 2023.
"Saya mewakili para penggugat, mendesak Majelis Hakim Mahkamah Agung RI yang mengadili dan menyidangkan perkara ini untuk membatalkan putusan PTTUN Jakarta dan menguatkan putusan PTUN Jakarta yang menyatakan Persetujuan Lingkungan PT DPM tidak sah," kata Barisman Hasugian, warga Desa Bongkaras (daerah lingkar tambang PT. DPM).
"Kami tidak butuh tambang. Sekali tambang datang, ruang pertanian kami hilang, hidup kami pun lenyap," sambungnya.
Baca Juga:
Tampung Aspirasi Warga, PT DPM Perbaiki Jalan Base Camp 3 Sidiangkat
Tantangan warga Dairi tak hanya mengenai penerbitan kelayakan lingkungan hidup PT DPM. Layasna Berutu, perwakilan warga Dairi yang lain mengungkapkan, KLHK kini melakukan klaim sepihak atas kawasan hutan.
Menurut Layasna, KLHK memasang patok dan plang bertuliskan "tanah ini milik koperasi kenegerian Lae Njuhar," di area ladang dan pemukiman warga Dairi, tepatnya di desa Sinar Pagi tanpa melakukan dialog dengan warga yang memiliki lahan-lahan tersebut.
Tindakan KLHK yang bagai pencuri tersebut, membuat masyarakat curiga mengenai motif di balik tindakan KLHK itu.
"Kami mencurigai KLHK memiliki motif untuk memuluskan kepentingan PT DPM yang ingin memperluas wilayah konsesi tambang, "kata Layasna.
Menurut Layasna, tindakan KLHK itu menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah dan negara terhadap rakyatnya.
"Kenapa lagi-lagi kami warga yang dikorbankan? Kami hanya butuh hidup dan bertani dengan tenang tanpa campur tangan perusahaan dan KLHK, kehadiran mereka justru meresahkan kami."
Rohani Manalu dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) menjelaskan, sebelum untuk mengajukan gugatan kasasi, warga Dairi sudah menempuh berbagai upaya dan mendapatkan perhatian berbagai pihak.
la menyinggung pemantauan langsung yang dilakukan Komnas Perempuan dan Komnas HAM pada 2023 dengan hasil berupa rekomendasi kepada KLHK dan Kementerian ESDM untuk membatalkan proyek PT DPM karena memicu konflik sumber daya alam dan tata ruang, serta melanggar HAM.
Rohani menyatakan, konstitusi Indonesia telah menjamin perlindungan dan pemenuhan HAM mencakup hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak atas lingkungan yang baik dan sehat, dan perlakuan khusus yang tertuang di pasal 27 dan 28 H UUD 1945.
"Semoga ini menjadi perhatian Majelis Hakim MA," kata Rohani.
Kuasa hukum warga Dairi, Judianto Simanjuntak, yang juga mewakili Sekretariat Bersama Tolak Tambang menyatakan gugatan kasasi yang diajukan berkaitan dengan keselamatan hidup yang kini terancam oleh aktivitas tambang seng dan timah hitam PT DPM.
"Dairi merupakan kawasan yang rawan gempa karena dilalui oleh tiga jalur patahan gempa yakni patahan Toru, Renun, dan Angkola Kerawanan ini membuat Dairi tidak layak untuk ditambang karena peristiwa gempa dapat menjadi bencana yang membahayakan nyawa para warga di sekitar lokasi tambang," ujar Judianto.
Steve Emerman, ahli hidrologi internasional dalam kajiannya terkait keberadaan PT DPM mengatakan bahwa rencana pertambangan yang diusulkan tidak tepat, karena berada di atas tanah yang tidak stabil dan lokasi gempa tertinggi di dunia. PT DPM adalah tambang yang akan mengakibatkan bencana jika diizinkan untuk dilanjutkan," sambungnya.
Menurut Judianto, ditegaskan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang menyatakan Kabupaten Dairi merupakan daerah rawan bencana sehingga tidak layak untuk ditambang.
Selain itu, dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Jakarta menekankan Kecamatan Silima Pungga- Pungga sebagai kawasan lahan sawah fungsional yang tidak dapat beralih fungsi, ditinjau dari pengaturan tata ruang Kabupaten Dairi.
"Majelis Hakim PTUN Jakarta juga menekankan perlunya menerapkan asas kehati-hatian untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan," kata Judianto.
"Putusan PTTUN Jakarta adalah keliru dan tidak mempertimbangkan keselamatan warga serta kerusakan lingkungan yang akan terjadi sebagai dampak dari aktivitas pertambangan PT DPM," sambungnya.
[Redaktur: Andri Frestana]