WahanaNews Jakarta.co - Anggaran pengadaan proyek pemasangan benton pembatas jalan (Concrete Barrier) di Terminal Senen, Jakarta Pusat Tahun Anggaran 2025 diduga mark-up sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan Pemprov DKI Jakarta.
Sebab, dari hasil pemeriksaan pada sirup.lkpp.go.id tahun anggaran 2025 diketahui, Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan melaksanakan Pengadaan dan Pemasangan Concrete Barrier di Terminal Bus Provinsi DKI Jakarta dengan total pagu Rp849.079.840., melalui metode pemilihan E-Purchasing.
Baca Juga:
Proyek Beton Pembatas di Terminal Senen Diduga Ada Unsur Kong Kalikong Antara PPK dengan Penyedia
Pantauan wahananews di lokasi, Jumat (28/2) terdapat 178 buah Concrete Barrier merk ericcon. Sementara yang terpasang sebanyak 88 buah dan sisanya masih terparkir alias belum terpasang.
Dari 178 buah Concrete Barrier tersebut bila dibagikan dengan harga pagu anggaran Rp849.079.840., maka harga satuan untuk pengadaan pembatas beton adalah Rp4.770.000.
Sementara itu, jika mengacu pada harga di pasaran yang berhasil dihimpun wahananews, maka harga satuan Concrete Barrier setara merk ericcon dikisaran Rp650.000 - Rp1.300.000. Maka, hampir dapat dipastikan ada potensi kerugian keuangan Pemprov DKI Jakarta.
Baca Juga:
Pengadaan Concrete Barrier di Terminal Senen Diduga Mubazir
Selain dugaan mark-up, pihak penyedia juga tidak memasang papan proyek di lokasi, sehingga sulit mengetahui apa jenis kegiatan, lokasi proyek, nomor kontrak, waktu pelaksanaan proyek dan nilai kontrak serta jangka waktu atau lama pekerjaan. Kuat dugaan, pihak penyedia dengan sengaja tidak memasang papan proyek agar terhindar dari sorotan publik.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen LSM-JAMAK, Thomson mendesak agar aparat penegak hukum melakukan serangkaian penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa dugaan adanya niat untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan modus penggelembungan anggaran.
“Jangan sampai anggaran sengaja digelembungkan untuk kong-kalikong antara PPK dengan penyedia. Kita minta Kepala Pengelola Terminal dan Jalan harus terbuka kepada masyarakat dan media, ini kan duit rakyat,” ujar Thomson.
Hingga kini, nama perusahaan yang ditunjuk sebagai pelaksana tidak diketahui. Beredar informasi adalah rekanan binaan UP Terminal dan Jalan DKI Jakarta inisial CM, dimana setiap kegiatan CM selalu mendapatkan proyek dengan perusahaan yang berbeda-beda.
Beberapa waktu lalu, matan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, modus korupsi pengadaan barang/jasa dengan me mark-up harga melalui platform e-katalog disebut sebagai ladang subur praktik korupsi.
Alex mengatakan masih banyak modus korupsi yang dilakukan meskipun pengadaan barang jasa sudah menggunakan platform elektronik. Ada modus dengan me-markup harga, sebelum di upload di e-katalog sudah ada kesepakatan antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) “sebelumnya pasti ada kesepakatan antara PPK dan vendor, kapan barang akan di-upload di e-Katalog," ujarnya.
"Dulu ada e-Procurement. Jadi semua dokumen harus di-upload melalui komputer. Tapi yang terjadi ternyata sistem tersebut juga bisa diakali. Para vendor membuat kesepakatan di luar, mengatur harga, dan mengatur siapa yang menang".
Kerugian yang ditimbulkan dari korupsi pengadaan barang dan jasa, sangatlah besar. Oleh karena itu, KPK sangat berharap semua pihak bersama-sama mengawal pengadaan barang dan jasa yang bersih, sehingga tak ada lagi yang berusaha untuk mengakali e-katalog, ujar Alex.
Kepala Unit Pengelola Terminal Angkutan Jalan, Syamsul dan kepala Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pujo saat dikonfirmasi melalui pesan whatsapp, Kamis (27/2) terkait permasalahan diatas, namun sampai berita ini ditayangkan, kedua pejabat tersebut tidak merespon.
[Redaktur: Tio]