WahanaNews.co, Jakarta - Dugaan korupsi pengadaan meja tenis tahun 2023-2024-2025 di Suku Dinas Pemuda dan Olahraga dilingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum terendus oleh aparat penegak hukum dan/atau lembaga penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan ditingkat Kota dan DKI Jakarta telah dikunci dengan hadiah atau janji sehingga dua lembaga ditingkat DKI Jakarta dan 5 Kota tersebut terkunci untuk melaksanakan fungsinya sebagai aparat penegak hukum.
Hal ini dikatakan Bidang Riset dan Data Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia, Natar B Nahor kepada WahanaNews, Kamis (4/12) lalu.
Baca Juga:
KPK Ungkap 62 Kasus Korupsi Sektor Kesehatan, Kerugian Negara Tembus Rp821 Miliar
Sebab, berdasarkan data yang diperoleh Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia baik dari sirup.lkpp maupun lpse.jakarta.go.id menunjukkan bahwa, tahun 2022, 2023, 2024 dan tahun 2025 Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan APBD sekitar Rp50,8 miliar untuk pengadaan meja tenis dan peralatannya di lima Suku Dinas Pemuda dan Olahraga, dengan rincian, Jakarta Barat Rp10,1 miliar, Jakarta Pusat Rp10,1 miliar, Jakarta Selatan Rp10,8 miliar, Jakarta Timur Rp11,6 miliar dan Jakarta Utara Rp7,9 miliar.
Pengadaan meja tenis di secara serentak dilaksanakan oleh empat Suku Dinas Pemuda dan Olahraga se Prov DKI Jakarta, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara dengan masing-masing harga satuan sekitar Rp 6,3 juta.
Menurut Natar, indikasi dugaan korupsi pengadaan meja tenis di lima Suku Dinas Pemuda dan Olahraga se Prov DKI Jakarta muncul setelah Suku Dinas Pemuda dan Olahraga Jakarta Barat tahun 2023 melaksanakan pengadaan meja tenis sebanyak 217 buah, nilai kontrak Rp1,6 miliar (Rp7,5 juta/buah), naik Rp1,2 juta/buah, tahun 2024 sebanyak 215, nilai kontrak Rp 1,9 miliar (Rp9,1 juta/buah) naik Rp2,7 juta/buah, naik secara signifikan dibandingkan dengan harga satuan tahun 2022.
Baca Juga:
Warga Israel Demo, Tuntut Presiden Herzog Menolak Permohonan Ampun Netanyahu
Anehnya Suku Dinas Pemuda dan Olahraga Jakarta Selatan di tahun 2025 melaksanakan pengadaan meja tenis sebanyak 348 buah dengan rincian, Maret sebanyak 248 buah, Oktober 100 buah. Meski dilaksanakan ditahun yang sama dan penyedia yang sama, namun harga satunnya berbeda.
Pada bulan Maret Suku Dinas Pemuda dan Olahraga Jakarta Selatan melaksanakan pengadaan meja tenis sebanyak 248 buah, nilai kontrak Rp2,1 miliar (Rp8,6 juta/buah, bulan Oktober sebanyak 100 buah, nilai pagu Rp 959 juta (Rp9,5 juta/buah. Hanya dengan selisih bulan harga satuan naik sekitar Rp915 ribu/buah, belum lagi jika dibandingkan dengan harga satuan pengadaan meja tenis tahun 2022 di empat Suku Dinas Pemuda dan Olahraga se DKI Jakarta Rp6,3 juta, ujar Natar.
Anehnya, Suku Dinas Pemuda dan Olahraga Jakarta Utara di tahun 2023 melaksanakan pengadaan meja tenis sebanyak 200 buah dengan nilai kontrak Rp1,1 miliar (Rp5,5 juta/buah) turun sebesar Rp 785.800/buah dari harga satuan tahun 2022.
Perlu untuk diketahui bahwa, pengadaan meja tenis dan kelengkapannya tahun 2022, 2023, 2024 dan tahun 2025 di Suku Dinas Pemuda dan Olahraga se Prov DKI Jakarta dilaksanakan oleh CV. Shiamiq Terang Abadi beralamat di Jalan Poksai RT 01, RW 06 Desa Triyagan (Belakang Gudang Bulog Jaten), Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Banyak kalangan mengatakan bahwa, pengadaan meja tenis selama 4 tahun berturut-turut di 5 Suku Dinas Pemuda dan Olahraga se DKI Jakarta dilaksanakan oleh penyedia yang sama rawan penyimpangan dan melahirkan persaingan usaha tidak sehat.
Namun tidak sedikit yang menuding bahwa, untuk menghindari persangkaan praktek KKN, 5 Suku Dinas Pemuda dan Olahraga se DKI Jakarta diduga dengan sengaja sejak perencanaan pengadaan meja tenis tahun 2022 telah sepakat agar spesifikasinya diarahkan untuk satu merk tertentu saja.
Mengutip dari artikel Zul Azmi SH MH Hakim Tipikor PN Banca Aceh dengan judul “Tidak Menikmati Keuntungan Pribadi” Juga Bisa Kena Delik Korupsi yang ditayangkan dalam situs dandapala.com pada Jumat 05 Desember 2025.
Dalam artikel tersebut dijelaskan diantaranya bahwa, banyak yang beranggapan seseorang tidak melakukan perbuatan korupsi dikarenakan orang tersebut tidak mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak dapat dipersalahkan dikarenakan tidak menerima uang negara dari proyek. Anggapan tersebut tentunya harus diluruskan dikarenakan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut di atas, terdapat kata-kata “memperkaya orang lain” atau pada pasal 3 “menguntungkan orang lain” atau “menguntungkan suatu korporasi”, maka dengan demikian jelas meskipun seseorang tidak menerima uang negara atau mendapat untung pribadinya, akan tetapi tetap dapat dipidana jika terbukti menyalahgunakan wewenangnya atau memperkaya orang lain.
Kesalahan pemahaman yang lain juga sebagian orang menganggap selesai perkara korupsi atau tidak lagi dituntut jika telah ada pengembalian keuangan negara. Pemahaman tersebut keliru dikarenakan pada pasal 4 menyebutkan pengembalian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidanya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3.
Adanya pasal 4 tersebut telah memberikan jawaban atas perdebatan selama ini mengenai telah adanya pengembalian keuangan negara.
Beranjak dari uraian di atas, maka perlu diberikan edukasi bagi khalayak ramai sedini mungkin tentang pemahaman mengenai perkara korupsi.
Masyarakat perlu diajarkan tentang korupsi merupakan extra ordinary crime, juga perlu diajarkan tanggung jawab dalam mengemban amanah dan jabatan. Sehingga ketika diberikan wewenang atau sarana atau kedudukan nantinya tidak disalahgunakan.
Kita harus komitmen, bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Bahkan dunia Internasional sudah pada tahapan mengatur korupsi di sektor swasta. Meskipun Indonesia belum, namun setidak-tidaknya dalam sektor pemerintahan sudah dapat ditekan angka korupsi menjadi kecil bahkan tidak ada lagi korupsi di Indonesia.
[Redaktur: JP Sianturi]