WAHANANEWS.CO, Jakarta - MARTABAT Prabowo-Gibran mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang memutuskan meniru Paris dan Bangkok menambah jumlah Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU).
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah progresif menuju kota global yang lebih sehat dengan udara bersih.
Baca Juga:
Hadiri Manasik Haji Tahap I, Tri Adhianto ’Curcol’ Soal Ini
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa langkah ini menunjukkan komitmen dalam menangani polusi udara.
"Kita melihat bahwa kota-kota besar dunia seperti Paris dengan 400 SPKU dan Bangkok dengan 1.000 SPKU telah membuktikan efektivitas sistem pemantauan udara dalam pengelolaan lingkungan. Dengan langkah ini, Jakarta bisa lebih responsif dalam menangani pencemaran udara yang semakin kompleks," ujar Tohom, Jumat (11/4/2025).
Menurut Tohom, keberadaan lebih banyak SPKU akan membantu meningkatkan keterbukaan data, sehingga langkah-langkah intervensi bisa lebih tepat sasaran.
Baca Juga:
Sukseskan 100 Hari Kerja Kepala Daerah, Kecamatan Mustikajaya Bagikan 100 Kacamata Gratis
Ia menilai bahwa keterbukaan data merupakan kunci utama dalam mengatasi permasalahan polusi udara di kota metropolitan.
"Transparansi data polusi udara harus menjadi prioritas. Dengan informasi yang akurat dan real-time, pemerintah, masyarakat, serta sektor industri bisa mengambil keputusan yang lebih baik dalam mengurangi emisi berbahaya," lanjutnya.
Tohom menambahkan bahwa penanganan polusi udara tidak boleh sekadar menjadi reaksi sesaat, melainkan harus bersifat sistematis dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, ia mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk tidak hanya memperbanyak SPKU, tetapi juga memperkuat regulasi terkait emisi industri, transportasi, dan pembakaran terbuka.
"Menambah SPKU adalah langkah awal yang baik, tetapi tidak cukup jika tanpa kebijakan ketat terhadap sumber pencemaran. Pemerintah perlu lebih serius dalam menindak pelanggaran emisi dan mempercepat transisi ke energi yang lebih bersih," tegasnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch menilai bahwa peningkatan kualitas udara di Jakarta harus dilihat dalam konteks regional Jabodetabekjur.
Menurutnya, pergerakan polutan dari luar Jakarta, terutama dari kawasan industri dan transportasi lintas kota, harus menjadi perhatian utama.
"Kita tidak bisa hanya melihat Jakarta sebagai entitas sendiri. Udara tidak mengenal batas administratif, sehingga kerja sama antarwilayah dalam Aglomerasi Jabodetabekjur menjadi sangat krusial. Perlu ada kebijakan lintas daerah yang terintegrasi untuk memastikan udara bersih bagi seluruh penduduk metropolitan," bebernya.
Ia juga mengingatkan bahwa kondisi iklim global, seperti pergeseran musim kemarau akibat fenomena El Niño, turut memengaruhi kualitas udara di Jakarta.
Dalam kondisi kemarau panjang dengan curah hujan rendah, partikel polutan sulit terurai sehingga kualitas udara bisa memburuk secara signifikan.
"Kita tidak boleh hanya mengandalkan faktor alam seperti hujan untuk mengurangi polusi. Harus ada upaya mitigasi aktif, seperti penghijauan, pengendalian emisi kendaraan, serta kebijakan berbasis data yang terus diperbarui," pungkasnya.
[Redaktur: Mega Puspita]