Jakarta.WAHANANEWS.CO - Insiden menghebohkan yang melibatkan seorang Warga Negara Asing (WNA) di Kalibata City kembali menyulut sorotan tajam terhadap regulasi izin tinggal bagi ekspatriat di Indonesia.
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, mendesak pemerintah untuk segera merombak regulasi terkait izin tinggal WNA yang dinilainya tidak sinkron, dan rentan disalahgunakan.
Baca Juga:
Pasca May Day, Personil Polres Metro Jakarta Pusat Bersihkan Sampah di Monas
“Kalau kita serius menyongsong Aglomerasi Jabodetabekjur sebagai kota global, maka tertib administrasi izin tinggal untuk WNA adalah fondasi utama,” tegas Tohom, Jumat (2/5/2025).
Selain berkaitan dengan persoalan perilaku individu, Tohom menyebut, insiden amukan WNA di supermarket Apartemen Kalibata City merupakan sinyal perlu dibenahinya tata kelola imigrasi berbasis wilayah.
“Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah membentuk sistem zonasi izin tinggal yang ketat dan terintegrasi digital. Jangan sampai kita menjadi tuan rumah yang kehilangan kendali di rumahnya sendiri,” kritiknya.
Baca Juga:
Lepas 393 Calhaj Kota Tangerang, Ini Pesan Wakil Gubernur Banten
WNA tersebut, menurut keterangan Kapolsek Pancoran Kompol Mansur, memiliki visa investor dan izin tinggal resmi yang hanya berlaku di Jakarta Barat.
Namun, ia ditemukan tinggal serta mengamuk di Jakarta Selatan, bahkan sampai menimbulkan korban luka dan kerusakan fasilitas umum.
Menyoroti hal ini, Tohom mengatakan bahwa pemerintah harus menetapkan kebijakan satu pintu yang mengikat semua otoritas – imigrasi, kepolisian, pengelola apartemen, hingga pemda – agar WNA tidak bisa ‘berkeliaran lintas wilayah’ sesuka hati tanpa pengawasan.
“Kalau WNA yang katanya investor saja bisa mengamuk, menganiaya warga, bahkan menelanjangi diri di tempat umum, maka sudah sangat mendesak bagi kita untuk meninjau ulang apa definisi investor itu dan seberapa jauh mekanisme kontrol kita atas keberadaan mereka,” ujar Tohom.
Tohom, yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa insiden ini mengungkap lemahnya sistem pemantauan lintas kota dalam kawasan megapolitan seperti Jabodetabekjur.
“Saya sudah lama mengingatkan bahwa aglomerasi tanpa manajemen sosial yang tertib hanyalah bom waktu. Kita ingin membangun kota global, tapi aspek dasar seperti pengawasan izin tinggal saja belum rapi.”
Ia pun mengusulkan agar regulasi keimigrasian ke depan mencantumkan ketentuan geo-fencing administratif, di mana keberadaan WNA bisa dipantau secara real time dengan dukungan teknologi.
“Mau tinggal di Jakarta Barat? Silakan. Tapi begitu Anda menyeberang ke Jakarta Selatan atau Depok, sistem harus bisa mendeteksi dan memberi sinyal ke aparat. Ini bukan paranoid, ini smart governance,” tuturnya.
Tohom juga menekankan pentingnya peran serta publik dalam pengawasan komunitas WNA, dengan memperkuat fungsi RT-RW, pengelola apartemen, hingga satuan keamanan setempat.
“Kita tidak anti-WNA. Tapi kita menuntut tertib, saling menghormati, dan tidak ada lagi insiden barbar seperti ini terulang,” tutupnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]