Jakarta.WahanaNews.co - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Cita Tenun Indonesia (CTI), Intan Fauzi mengatakan, tenun dengan harga terjangkau merupakan cara untuk mengenalkan tenun pada anak muda dan menggapai target pasar generasi milenial.
"Kalau kayak tenun ikat relatif harganya tidak mahal, jadi biasanya bisa mulai Rp150 ribu - Rp350 ribu per meter, supaya anak muda mau dulu, model juga nggak mau yang ribet-ribet," kata Intan dalam acara konferensi pers 15 tahun Cita Tenun Indonesia (CTI) di Jakarta, dikutip Selasa (7/11/2023).
Baca Juga:
Gen Z dan Milenial Jadi Penyebab Utama Kredit Macet Pinjol, OJK Beri Peringatan Khusus
Ia mengatakan, melalui program New Young Promising Designer, para desainer lulusan baru sekolah desain mewakili pembeli generasi muda, lebih memilih benang katun dan tidak mencolok seperti benang emas dan perak sebagai pilihan benang untuk dibuat pakaian jadi.
Tekniknya pun lebih memilih tenun datar atau tenun ikat yang dinilai lebih ringan dan bisa dijadikan pakaian untuk sehari-hari atau bekerja.
"Mungkin lebih pada jaket ke kantor, kemeja atau blouse dan atasan saja, jenis-jenis kain kembali lagi ke pilihan sendiri dari konsumen, dari segi warna dan motif," kata Intan.
Baca Juga:
Erick Thohir dan Biofarma Group Dorong Generasi Muda Kota Malang Pahami Literasi Digital
Sebagai tujuan untuk memperkenalkan batik ke kalangan luas terutama generasi muda, CTI terus melakukan pelatihan dan pengembangan bagi para penenun seluruh daerah Indonesia untuk mengembangkan motif tenunnya.
Namun, CTI tetap tidak mengubah pakem motif khas tiap daerahnya, hanya disesuaikan dengan pengembangan motif yang tidak jauh dari aslinya dan pewarnaan mengikuti tren.
Pelatihan ini juga melibatkan banyak pihak seperti project officer, ahli struktur benang, ahli pewarnaan dan ahli tekstil desainer untuk menerjemahkan apa yang diinginkan menjadi produk jadi (end product).
CTI juga mengedukasi para pengrajin untuk lebih efisien dalam pengerjaannya dan harus mengetahui produk jadi apa yang akan dibuat agar kain tidak terbuang sia-sia dan nilai jualnya meningkat.
"Jadi kita mengajarkan pengrajin menerima order harus tahu end produknya mau jadi apa, supaya bukan hanya tata letak motif tapi sisi efisiensi juga, ingin cepat tapi belakangnya benang berantakan jadj secara ekonomi dihitung," jelas Intan.
Selain desain untuk baju jadi, CTI juga bekerja sama dengan interior desainer untuk menaruh motif tenun di setiap perlengkapan dan aksesori agar anak muda beli dan gunakan seperti tempat tisu, tempat lipstik dan sebagainya.
Selain itu, kerja sama dengan seniman yang menunjukkan tenun bukan hanya bisa dipakai tapi juga bisa dinikmati sebagai sebuah seni yang mengedukasi anak muda tentang motif tenun.
CTI juga memfasilitasi anak muda yang ingin mengunjungi sentra tenun agar lebih mengenal perbedaan tenun dan kemudian mencintainya.
"Kita pernah bawa ke sentra tenun dan mereka jadi sadar bahwa prosesnya panjang dari benang jadi kain dan tekniknya macam-macam ini yang juga akhirnya mereka bisa membedakan," tutup Intan.
[Redaktur: Mega Puspita]