WahanaNews Jakarta.co - Kejaksaan Negeri Jakarta Timur didesak periksa Kepala Sektor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (DCKTRP) Kecamatan Cakung terkait dengan pembangunan gedung di Jalan Raya Stasiun Cakung RT 010/RW 003, Kel. Pulogebang, Kec. Cakung, Kota Adm Jakarta Timur yang diduga tidak dilengkapi dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Sebab, meski diduga tidak memiliki PBG, penyelenggaraan bangunan gedung berjalan mulus sampai dengan digunakan sebagai tempat usaha Grosir Frozen Food-Bahan Kue-Kurma & Ecer Oleh-Oleh Haji & Umroh.
Baca Juga:
Kasektor Citata Senen Dilaporkan ke Inspektorat Terkait Dugaan Pelanggaran Bangunan Gedung
Desakan tersebut disampaikan Aliansi Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia (P-RPI) dan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Corruption Care (LSM-ICC).
Bidang Riset dan Data Perkumpulan Radar Pembangunan Indoesia, Natar B Nahor mengatakan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa, bangunan gedung di Jalan Raya Stasiun Cakung RT 010/RW 003, Kel. Pulogebang, Kec. Cakung, Kota Adm Jakarta Timur tidak memiliki PBG sebagaimana surat yang diterima dari UPPM-PTSP Kota Adm Jakarta Timur Nomor 0761/TM.15.00, tanggal 22 Juli 2025 yang menyatakan bahwa, bangunan gedung di Jalan Raya Stasiun Cakung RT 010/RW 003, Kel. Pulogebang, Kec. Cakung, Kota Adm Jakarta Timur tidak terdaftar dalam database Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) Kementerian PUPR Kota Adm Jakarta Timur.
Anehnya, sampai bangunan selesai dan digunakan sebagai tempat usaha grosir, Sektor Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan Kec. Cakung hanya mengenakan sanksi administrasi berupa SP 1 tanggal 18-06-2025, SP II tanggal 01-07-2025, SP III tanggal 08-07-2025 dan Surat Perintah Penghentian Kegiatan tanggal 15-07-2025.
Baca Juga:
Maruarar Sirait Ungkap Realisasi KPR Rumah Subsidi Sudah 221.047 Unit
Mirisnya lagi, sanksi administrasi yang telah dikenakan terhadap bangunan tersebut tidak disertai dengan pengawasan, sehingga penyelenggaraan bangunan gedung berjalan mulus tanpa hambatan sampai dengan selesai dan digunakan sebagai tempat usaha (Grosir).
Kuat dugaan bahwa, sanksi administrasi terhadap bangunan gedung tanpa PBG tersebut hanyalah formalitas belaka yang nantinya dijadikan sebagai alat pembelaaan diri oleh Kasektor Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Kecamatan Cakung jika sewaktu-waktu dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum, ujar Natar.
Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 Tentang Bangunan Gedung yang tidak secara spesifik menyebutkan pembongkaran juga akan dijadikan sebagai alat untuk pembelaan diri dari tudingan dugaan praktek suap (gratifikasi).
Ditempat terpisah, Ketua DPD DKI Jakarta Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Corruption Care (LSM-ICC), Sahiluddin Lbg mengatakan, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbutkti dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara dapat dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor.
Berdasarkan Pasal 24 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 sebagai pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 19 UU 28 tahun 2002 menyatakan, PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
Pembangunan bangunan gedung baru dapat dilakukan setelah mendapatkan PBG. Dengan demikian, PBG harus dimiliki sebelum melaksanakan pembangunan bangunan gedung. Hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 253 ayat (4) PP 16 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa, PBG harus diajukan pemilik sebelum pelaksanaan konstruksi.
Dalam hal bangunan gedung digunakan untuk kegiatan usaha, maka dalam melakukan konstruksi bangunan juga harus tunduk pada ketentuan PP 28 Tahun 2025. Pada ketentuan tersebut diterangkan bahwa PBG dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) Bangunan Gedung merupakan persyaratan dasar untuk memperoleh perizinan berusaha. PBG untuk kegiatan usaha juga harus dimiliki oleh pelaku usaha sebelum pelaksanaan konstruksi.
Pasal 261 (1) Penerbitan PBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (5) huruf b meliputi penetapan nilai retribusi daerah,. pembayaran retribusi daerah dan penerbitan PBG. Penetapan nilai retribusi daerah dilakukan oleh Dinas Teknis berdasarkan perhitungan teknis untuk retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 ayat (5) dan Pasal 258 ayat (5).
Penerbitan PBG dilakukan setelah DPMPTSP mendapatkan bukti pembayaran retribusi, artinya bahwa, salah satu syarat pengajuan PBG adalah, pembayaran retribusi daerah oleh pemohon PBG sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah.
[Redaktur: JP Sianturi]