“Saya sangat mendukung langkah membuka rute PIK–Blok M. Ini bukan hanya soal bus, tapi soal keadilan akses. Wilayah-wilayah elit sekalipun harus terbuka untuk mobilitas rakyat. Jakarta tidak boleh terpecah secara sosial-ekonomi karena sistem transportasi yang tidak inklusif,” tambah Tohom.
Tohom yangh juha Ketua Aglomerasi Watch ini menggarisbawahi pentingnya membangun kelembagaan aglomerasi yang lebih solid dan memiliki kekuatan koordinatif antarprovinsi.
Baca Juga:
Amanat Undang-undang Atasi Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Minta Kepala Daerah Alokasikan Anggaran Pembangunan PLTSa
Menurutnya, konsep aglomerasi tidak cukup hanya dengan MoU seremonial, melainkan harus dibarengi dengan regulasi dan anggaran bersama.
“Jakarta, Banten, Jawa Barat, bahkan Kementerian Perhubungan harus duduk dalam satu meja, menyepakati peta jalan aglomerasi transportasi. Kalau perlu, bentuk Badan Koordinasi Transportasi Aglomerasi yang permanen dan langsung di bawah presiden,” katanya.
Ia juga menyoroti urgensi membenahi sistem subsidi silang, integrasi kartu pembayaran, dan manajemen operator agar tidak terjadi tumpang tindih layanan.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran: ASN Wajib Naik Transportasi Umum, Solusi Tepat Atasi Kemacetan dan Kurangi Polusi di Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur
“Jangan sampai satu daerah bangga bangun BRT sendiri, sementara rakyat tetap harus gonti-ganti kendaraan, bayar dobel, dan buang waktu. Kita butuh sistem transportasi sebagai satu kesatuan, bukan puzzle acak,” ujarnya.
MARTABAT Prabowo-Gibran, lanjut Tohom, akan terus mengawal isu-isu strategis seperti ini sebagai bentuk komitmen terhadap platform pembangunan yang diusung pasangan Prabowo-Gibran.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]