WahanaNews Jakarta.co - Pemasangan saluran u-ditch di RW 3, Kelurahan Tugu Selatan, Kecamatan Koja, Kota Adm Jakarta Utara diduga tidak dengan tata cara yang benar, sejumlah elemen masyarakat mendesak Gubernur Prov DKI Jakarta, Pramono Anung evaluasi kinerja Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Adm Jakarta Utara.
Berdasarkan foto pekerjaan yang diterima WahanaNews menunjukkan bahwa, pemasangan u-ditch dilakukan dalam kondisi saluran tergenang air adalah bukti bahwa saat melakukan penggalian tanah diduga tidak memastikan, mengontrol galian tanah agar elevasi kemiringan u-Ditch sempurna sehingga air tidak dapat mengalir ke hilir dengan baik.
Baca Juga:
Polda Metro Jaya Diminta Usut Tuntas Laporan Dugaan KKN Proyek Rehabilitasi Gedung Sudin LH Jakarta Utara
Dikutip dari artikel beberapa produsen dan supplier u-ditch menyebutkan bahwa metode cara pemasangan saluran u-ditch yang benar adalah penggalian harus memastikan, mengontrol galian tanah yang digali agar elevasi kemiringan u-ditch sempurna.
Pemasangan u-ditch harus dilakukan tenaga profesional dibidang tersebur, perencanaan yang matang dan dilakukan secara profesional juga akan menghasilkan sebuah pedoman dan rencana pelaksanaan proyek konstruksi yang maik yang nantinya turut menentukan kesuksesan sebuah proyek.
Kesalahan dalam proses penggalian dapat menimbulkan genangan air pada saluran karena tidak bisa mengalir dengan baik. Saluran u-ditch yang terus menerus tergenang air akan menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit, sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat setempat.
Baca Juga:
Uang Rp2 M Tersebar, KPK Bidik Siapa Terima “Jatah Jalan” di Sumut
Menanggapi hal tersebut, Bidang Riset dan Data Perkumpulan Radar Pembangunan Indonesia, Natar B Nahor mengatakan bahwa, Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Adm Jakarta Utara Suku Dinas terkesan hanya sekedar mengejar serapan anggaran, sementara manfaatnya kurang dirasakan masyarakat.
Seharusnya pemasangan u-ditch dilakukan pada saluran dalam keadaan kering, namun pada kondisi saluran aktif dilakukan dewatering terlebih dahulu untuk menjaga agar area galian tetap kering selama proses konstruksi, “Untuk apa Pemprov DKI Jakarta setiap tahun menghabiskan anggaran yang cukup besar kalau manfaatnya tidak dirasakan masyarakat,” ujar Natar.
Lebihlanjut Natar mengatakan bahwa, persoalan banjir di Jakarta tidak akan pernah selesai jika pembangunan, perbaikan saluran dilaksanakan hanya berdasarkan selera owner (pengguna barang/jasa) tidak berdasarkan metode tata cara pemasangan yang benar.
Buruknya sistem drainase di DKI Jakarta adalah faktor utama terjadinya banjir setiap musim hujan, namun untuk menutupi kegagalan tersebut, Pemprov DKI Jakarta bersepakat mengatakan “banjir kiriman”.
Tidak sedikit kalangan menuding bahwa, bahasa tersebut hanyalah pembenaran atas kegagalan Pemprov DKI Jakarta mengatasi banjir yang terjadi.
Patut diduga bahasa “banjir kiriman” dianggap manjur/efektif untuk menutupi perencanaan yang tidak profesional, bahasa trendnya perencanaan abal-abal dan kesepakatan terselubung yang saling menguntungkan antara pihak penyedia dengan Owner.
Kepala Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Adm Jakarta Utara, Suharyanti saat dimintai konfirmasi melalui pesan whatsapp, Senin (7/7) bungkam, alias tidak bersedia menjawab.
[Redaktur: JP Sianturi]