Ia menggarisbawahi bahwa dalam konteks aglomerasi, konektivitas antarkawasan tidak boleh lagi ditunda.
"Selama ini kita bicara integrasi kawasan, tapi lupa bahwa sumbu vertikalnya harus dibangun. Jakarta tidak bisa hanya mengandalkan MRT dan LRT di satu-dua koridor. Sky train bisa menjawab kebutuhan di koridor pendek namun vital," jelasnya.
Baca Juga:
Anim Imamuddin Minta Koperasi Merah Putih Dipersiapkan Secara Matang dan Profesional
Selain itu, Tohom menilai bahwa proyek ini dapat mendukung visi Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) dalam menjadikan kawasan GBK sebagai kawasan olahraga dan hiburan terkemuka di dunia.
Menurutnya, konektivitas menjadi instrumen agar kawasan GBK tak sekadar menjadi destinasi insidental, melainkan magnet permanen yang terkoneksi langsung dengan pusat kota dan area penginapan utama.
"Sky train adalah infrastruktur simbolik yang mencerminkan kemodernan dan efisiensi. Bayangkan wisatawan mancanegara turun di hotel Kuningan, lalu hanya perlu 10 menit ke GBK tanpa harus berkutat di kemacetan. Inilah cara berpikir kota global," kata Tohom.
Baca Juga:
Kompak! Wali Kota dan Dirut Perumda Tirta Patriot Letakkan Batu Pertama Relokasi Intake Rawatembaga
Menutup pernyataannya, Tohom menegaskan bahwa percepatan aglomerasi Jabodetabekjur tidak cukup hanya dengan regulasi dan rencana jangka panjang. Dibutuhkan simbol-simbol konkret yang mampu mengubah persepsi publik dan investor.
"Tiang monorel jangan jadi saksi kegagalan masa lalu, tetapi landasan bagi keberanian masa depan," katanya.
Tohom berharap usulan ini dapat menjadi pertimbangan dalam perencanaan transportasi terintegrasi dan ramah lingkungan.