WahanaNews-Jakarta | Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) sangat menentang sikap negara negara barat Aliansi NATO dan AS yang mengintervensi Indonesia terhadap kedatangan Presiden Rusia Vladimir Putin di forum G20.
Sikap GPM ini berdasarkan Sikap Politik Luar Negeri Indonesia sejak zaman Bung Karno sampai sekarang yakni Politik Bebas & Aktif.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Dilihat dari aspek historis kedekatan hubungan Indonesia dengan Uni Soviet (Rusia) juga sudah terjalin baik sejak zaman Presiden RI Bung Karno, dimana Indonesia memposisikan diri sebagai Negara Non-Blok.
"GPM sebagai organisasi pergerakan berbasis ideologis pergerakan berbasis pancasila dimana merupakan tempatnya para kader Bung Karno yang berciri watak radikal, dinamis, progresif revolusioner, menegaskan bahwa pertemuan G20 di Bali wajib mengundang para delegasi dari 20 negara tanpa diskriminasi dan tidak mencampur adukan dengan konflik perang yg sedang terjadi di Ukraina," ucap Heri Satmoko, Ketua Umum DPP GPM, Senin, (28/3) di DPP GPM jalan Angrek Neli Murni No 38 C, Pelmerah Jakarta Barat.
Maka, GPM meminta agar negara-negara anggota NATO dan AS untuk memahami dan menghargai posisi Indonesia sebagai Ketua G20 serta posisi Indonesia sebagai Negara non-blok.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Disamping itu, untuk merajut kembali kedekatan hubungan Indonesia dengan Rusia, Heri beserta jajaran petinggi DPP GPM akan datang ke Kedutaan Rusia untuk mengagendakan ketemu dengan Vladimir Putin.
"Dalam waktu dekat Jajaran DPP GPM akan bertemu dengan Putin," tandasnya.
Heri menjelaskan alasan ketemu Putin, bahwa GPM sebagai wadahnya para kader Bung Karno memandang perlu untuk melanjutkan hubungan yang sudah terjalin baik sejak dulu antara Indonesia dan Uni Soviet (Rusia) dimana kala itu tahun 1961, Bung Karno Presiden RI ke 1 berkunjung ke Uni Soviet (Rusia) dan disambut hangat oleh Presiden Nikita Khrushvev dan masyarakat Rusia.