Jakarta.WAHANANEWS.CO - MARTABAT Prabowo-Gibran mendorong para kepala daerah di kawasan Jabodetabekjur untuk segera duduk bersama dan menyusun desain tata ruang bersama yang terintegrasi. Desakan ini muncul dengan mengacu pada Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) yang mengamanatkan pembentukan kawasan aglomerasi guna menyelaraskan pembangunan antara Jakarta dan wilayah penyangga.
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, mengatakan bahwa momentum perubahan status Jakarta dari yang sebelumnya merupakan Daerah Khusus Ibukota (DKI) menjadi DKJ, idealnya menjadi titik tolak bagi daerah-daerah sekitar Jakarta untuk bersinergi lebih erat dalam perencanaan wilayah.
Baca Juga:
Pemkot Tangsel Sudah Terapkan, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Pemerintah Pusat dan Pemda Laksanakan Perpres Pengelolaan Sampah Jadi Energi Lewat PLTSa
"Sebaiknya tidak menunggu pusat bergerak dulu baru daerah menyusul. Inisiatif harus datang dari kepala daerah di Jabodetabekjur. Mereka harus berani menyusun grand design tata ruang kawasan aglomerasi sebagai satu kesatuan metropolitan yang saling bergantung," tegas Tohom di Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Menurut Tohom, konsep aglomerasi yang diatur dalam UU DKJ bukan sekadar penyesuaian administratif, tetapi juga mengandung tuntutan pengelolaan lintas batas yang strategis dan berorientasi jangka panjang.
Hal ini mencakup sinkronisasi transportasi massal, penanggulangan banjir lintas wilayah, hingga pemanfaatan energi dan pengelolaan lingkungan yang terintegrasi.
Baca Juga:
Menuju Kota Global Aglomerasi Jabodetabekjur, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Pemprov Jakarta yang Tiru Paris dan Bangkok Pasang 1000 SPKU Tangani Polusi Udara
"Kota-kota di Jabodetabekjur tidak bisa lagi berpikir sebagai entitas terpisah. Desain tata ruang harus berbicara sebagai satu sistem kehidupan. Kalau Tangerang overload, Jakarta kena dampaknya. Kalau Cianjur rusak lingkungannya, banjirnya sampai Bekasi," papar Tohom.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa saat ini belum ada platform kolaborasi yang kuat di tingkat kepala daerah untuk memetakan prioritas dan menyelaraskan regulasi tata ruang antarwilayah.
"Kawasan aglomerasi Jabodetabekjur ini adalah jantung baru Indonesia dalam hal ekonomi dan demografi setelah IKN berdiri. Kalau tidak dikelola dengan pendekatan tata ruang yang cerdas dan terkoordinasi, kita akan menuai urban chaos dalam waktu 5 sampai 10 tahun ke depan," ujarnya.
Lebih lanjut, Tohom juga mengingatkan bahwa perencanaan tata ruang kawasan ini sebaiknya tidak tersandera kepentingan politik jangka pendek.
Ia berharap pemerintah pusat memberikan dukungan kuat terhadap harmonisasi antarwilayah ini sebagai bagian dari agenda strategis nasional.
"Jabodetabekjur adalah megapolitan yang unik. Selain menyentuh teknis tata kota, tapi juga strategi ketahanan wilayah dan daya saing global. Perlu leadership yang berani dan visioner, dari pusat sampai ke daerah," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memastikan bahwa kawasan Jabodetabekjur akan menjadi wilayah aglomerasi yang saling terkait dalam pengelolaan pembangunan lintas sektor, mulai dari transportasi, penataan ruang, hingga pengelolaan limbah dan kesehatan.
Tito juga menyebut bahwa nomenklatur tersebut mengacu pada UU DKJ dan tidak bisa digantikan dengan istilah lain seperti megapolitan atau metropolitan Jakarta yang selama ini sering digunakan publik.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]