Namun, ia menegaskan bahwa integrasi transportasi harus menjadi prioritas lanjutan agar manfaatnya maksimal.
“Saya melihat proyek ini bukan berdiri sendiri. Pemerintah perlu menyiapkan integrasi tarif, integrasi rute, dan penyempurnaan konektivitas antarmoda. Ini penting agar pengurangan kemacetan benar-benar terjadi, bukan sekadar memindahkan bottleneck ke titik lain,” jelas Tohom.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Pengaktifan Kembali Jalur Kereta Api Rangkasbitung-Pandeglang Dongkrak Pengembangan Kawasan Ekonomi KEK Tanjung Lesung
Ia menyebut bahwa tol layang ini akan membantu mengalihkan beban JORR-1 yang selama ini menjadi koridor paling kritis.
"Dengan tarif awal minimal Rp 25.500 dan mekanisme penyesuaian dua tahunan, pemerintah mesti memastikan transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga, agar tidak menimbulkan beban baru bagi masyarakat," tuturnya.
Dalam pandangan Tohom, JORR-E adalah bagian dari transformasi besar menuju “super-region ekonomi” di kawasan Jabodetabekjur.
Baca Juga:
Dana Desa 2025: Tingkatkan Konektivitas, TPK Muara Sibuntuon Bangun Jembatan Gantung
“Jika konektivitasnya semakin efisien, kita akan melihat terjadinya migrasi investasi, penciptaan pusat-pusat ekonomi baru, efisiensi waktu perjalanan, dan peningkatan kualitas hidup warga urban. Ini pengungkit besar bagi pertumbuhan ekonomi era Prabowo–Gibran,” kata Tohom.
Aglomerasi Watch, lanjut Tohom, berharap Pemerintah Pusat dan Pemprov Jakarta mempercepat tahapan penyusunan rencana teknis akhir dalam 12 bulan ke depan serta memastikan pengadaan tanah rampung sesuai target 24 bulan.
“Kepatuhan pada timeline inilah penentu keberhasilan proyek,” tegasnya.