Jakarta.WahanaNews.co, Jakarta Utara - Sejumlah sepeda motor melaju pelan di Jalan Yos Sudarso menuju jalur yang melewati Makam Mbah Priok menuju Kecamatan Cilincing Jakarta Utara.
Deru angin malam dan asap truk trailer dengan 20 roda terkumpul di ruang udara di kawasan tersebut, namun tak menghentikan laju sepeda motor polisi itu.
Baca Juga:
Polisi Tegaskan Pelajar Terlibat Tawuran Terancam Hukuman Pidana Hingga 15 Tahun
Rombongan sepeda motor itu melaju pelan di antara mobil berukuran besar yang mengantre karena ada mobil yang berbalik arah di depannya. Rombongan itu sabar menunggu giliran untuk dapat lewat menuju posko pengamanan di kawasan Cilincing.
Pengendara sepeda motor paling depan adalah Kapolres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Polisi Gidion Arif Setyawan yang setiap malam berkeliling menggunakan sepeda motor dengan jajaran melakukan patroli rutin di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Utara.
Patroli dilakukan di wilayah-wilayah yang dianggap rawan dan menjadi lokasi favorit bagi pelaku tawuran menjalankan aksi mereka. Selain patroli, rombongan ini rutin mengunjungi pos pengamanan yang dibuat kepolisian dengan warga untuk pengamanan bersama.
Baca Juga:
Pemkot Jakarta Timur dan DPRD DKI Sinergi Atasi Persoalan Stunting, Tawuran, dan Pengangguran
Hal ini dilakukan sejak tawuran pertama pecah di Jakarta Utara pada malam pertama Ramadhan 2024 yang terjadi di depan Jakarta Islamic Center, Kecamatan Koja, saat sebagian besar jamaah melaksanakan ibadah shalat tarawih.
Aksi tersebut menyebar luas di media sosial dan membuat rasa nyaman warga beribadah di bulan nan suci berkurang sehingga kepolisian melakukan sejumlah upaya berjenjang guna mencegah aksi yang kerap dilakukan anak muda tersebut.
Kombes Pol. Gidion menyebut jumlah personel polisi yang terbatas dengan wilayah hukum yang luas, menjadi persoalan dalam pengamanan sehingga diperlukan peran serta masyarakat untuk mencegah aksi ini terulang.
Pelibatan masyarakat ini dilakukan dengan melakukan sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat akan bahaya aksi tawuran. Sasarannya tentu para orang tua yang memiliki anak, para pemuda, remaja, guru-guru, hingga masyarakat setempat.
Sosialisasi berjenjang dilakukan di tingkat kota hingga ke lingkungan akar rumput tempat anak-anak muda itu tinggal sehingga pesan yang diucapkan sampai kepada target.
Pihaknya juga rutin melakukan kunjungan kepada warga untuk mengaktifkan sistem keamanan lingkungan, minimal di setiap kompleks atau kampung ada pos ronda dan rutin berjaga setiap malam secara bergantian. Dengan mengunjungi warga, pihaknya dapat menerima masukan-masukan dari masyarakat terkait situasi keamanan ketertiban masyarakat di wilayah setempat.
Kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan tempat tinggal merupakan upaya konkret dalam mencegah aksi kriminal atau aksi pelanggaran pidana di daerah itu. Pihaknya mengedepankan upaya pencegahan ini sebagai langkah awal sebelum melakukan upaya tegas dalam bentuk penindakan terhadap aksi tawuran tersebut.
Ia mengaku pelaku tawuran ini menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebarluaskan aksi-aksi tawuran yang mereka rekam atau jenis senjata tajam, yang bahkan ada yang setinggi gapura. Selain itu, akun ini juga sebagai ajang gagah-gagahan kelompok yang mereka beri nama untuk unjuk gigi dan menjadi kelompok yang nanti disukai anak-anak remaja.
Kombes Pol. Gidion mengingatkan para orang tua lebih waspada dan menjaga anak mereka di rumah. Jika malam hari tidak di rumah, cari hingga anak kembali ada di rumah.
Selain itu, pengawasan terhadap telepon selular yang mereka miliki agar tidak menyukai akun-akun tawuran dan lainnya. Bahkan pergaulan anak-anak juga harus diperhatikan agar mereka tidak terjerumus ke dalam aksi kriminal.
Peranan orang tua dan masyarakat sangat penting dalam melindungi anak-anak mereka dari aksi tawuran dan pergaulan yang membuat mereka bisa saja menjadi pelaku kriminal.
Selain langkah pencegahan, polisi akan terus melakukan penindakan terhadap pelaku tawuran yang menyebabkan orang lain terluka akibat penggunaan senjata tajam .
Bahkan saat ini, mereka mengganti senjata tajam dengan sarung yang diisi batu dan mereka beranggapan itu tidak berdampak pada pelanggaran pidana. Padahal, sarung berisi batu itu hukumnya sama dengan senjata tajam yang dapat melukai.
Polisi juga rutin melakukan patroli siber untuk melacak keberadaan pemilik akun kelompok tawuran dan juga akun yang melakukan transaksi jual beli senjata tajam yang digunakan untuk tawuran.
Hal ini dilakukan untuk memperkecil ruang mereka melakukan aksi tawuran. Upaya itu memang tak serta merta membuat aksi tawuran itu hilang, tapi setidaknya intensitasnya dapat ditekan dan berkurang. Selain itu ruang untuk melakukan dapat dipersempit.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hady Saputra Siagian menilai orang tua memiliki peranan penting untuk mencegah tawuran antara remaja yang kerap terjadi di Jakarta Utara. Orang tua merupakan kunci agar anak terhindar dari aksi tawuran.
Orang tua disebutnya harus memiliki waktu yang cukup untuk memberikan pengarahan dan melakukan pengawasan kepada anak-anaknya terutama akun media sosial mereka. Disebutkan bahwa banyak undangan tawuran muncul di media sosial dan ini yang perlu diantisipasi bersama agar mereka yang tawuran tidak menjadi role model anak-anak
Selain itu, orang tua juga harus mengetahui teman bergaul anak-anaknya sehingga bisa menjaga dari dampak negatif. Narkoba juga dapat menjadi pemicu anak terlibat perkelahian dan tawuran antara pemuda atau remaja. Dampak penggunaan narkoba ini bermacam dan tidak sedikit muaranya pada tindak pidana.
Disulut faktor internal dan eksternal
Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi membagi dua faktor penyulut remaja melakukan tawuran, yakni internal dan eksternal.
Faktor internal, yaitu fungsi otak yang belum optimal dari remaja membuat mereka kurang dapat memikirkan konsekuensi jangka panjang. Langkah mereka juga masih didominasi emosi dalam berperilaku atau mengambil keputusan.
"Remaja ingin merasa menjadi bagian dari satu kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut maka remaja akan cenderung mengikuti nilai (value) dari kelompok tersebut, termasuk jika nilainya mengandung kekerasan," kata dia.
Sementara dari faktor eksternal, adanya tradisi tawuran di sekolah dan lingkungan. Sekolah dekat dengan lingkungan yang berisiko kekerasan seperti pasar, terminal, hingga titik tongkrongan geng, menjadi alasan para remaja melakukan tawuran. Alasan eksternal lainnya termasuk tidak ada pengamanan atau pencegahan di lingkungan dan tidak ada wadah yang dapat menyalurkan energi melimpah mereka.
Jadi, upaya dalam menekan tawuran harus dilakukan bersama dalam bentuk pencegahan. Caranya, dengan memberikan edukasi, ruang untuk berkegiatan positif, serta pendampingan oleh orang tua yang berkesinambungan.
Pendampingan itu dilakukan di dunia nyata maupun dunia maya sehingga anak tidak terjerumus dalam perbuatan yang dapat berakibat fatal bagi masa depan mereka karena tersangkut persoalan hukum.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir/Antara]