Laporan yang dirilis pada Januari 2025 dan berdasarkan data tahun 2024 tersebut menyoroti bahwa peningkatan kemacetan terutama disebabkan oleh laju urbanisasi yang tinggi dan masih dominannya penggunaan kendaraan pribadi.
Adapun urutan kota termacet di dunia menurut INRIX 2024 Global Traffic Scorecard adalah Istanbul, Turkiye; disusul New York, Amerika Serikat; Chicago, Amerika Serikat; Mexico City, Meksiko; London, Inggris; Paris, Prancis; dan pada urutan ke-7 dunia adalah Jakarta, Indonesia.
Baca Juga:
Kadishub Jakarta Minta Bus Angkutan Mudik Lebaran Yang Tak Layak Jalan Segera Lengkapi Persyaratan
Seluruh data dan rilis INRIX 2024 serta 2023 Global Traffic Scorecard telah dipublikasikan secara luas oleh berbagai media online nasional dan media daring lainnya. Semua data baik dari Tom Tom maupun INRIX merupakan fakta berbasis pengukuran, bukan opini atau persepsi semata.
Dampak Kemacetan serta Antisipasi dan Solusi
Kemacetan di Jakarta tidak hanya menimbulkan kerugian waktu dan menurunkan produktivitas, tetapi juga meningkatkan polusi udara, memicu stres dan gangguan kesehatan mental, menyebabkan kelelahan berlebihan, serta melahirkan rasa frustrasi dan kejengkelan di kalangan masyarakat. Pemborosan energi yang terjadi setiap hari semakin menambah beban yang harus ditanggung warga, termasuk potensi kerugian ekonomi yang sangat besar.
Baca Juga:
Miris! 97 PNS di Dishub DKI Jakarta Diduga Terlibat Judi Online, Transaksi Capai Rp 1,4 M
Kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta diperkirakan mencapai Rp65–100 triliun per tahun, menunjukkan bahwa upaya penanganan kemacetan selama ini belum efektif. Sesungguhnya banyak faktor signifikan yang memengaruhi kemacetan di Jakarta, salah satunya adalah belum diterapkannya Electronic Road Pricing (ERP), yang kemungkinan besar membuat beban kemacetan tidak kunjung terurai.
Dalam kondisi seperti ini, wajar apabila muncul kekecewaan dan kritik dari masyarakat kepada pemerintah daerah, karena Dinas Perhubungan DKI Jakarta dinilai gagal menjalankan kebijakan strategis tersebut.
Dalam perspektif kebijakan publik, data kemacetan merupakan instrumen penting dalam perencanaan transportasi. Hal ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengamanatkan pemerintah daerah melakukan pengendalian lalu lintas berdasarkan analisis dampak serta kondisi nyata di lapangan.