“Aglomerasi Jabodetabekjur harus dibangun tidak hanya lewat jalan dan transportasi massal, tetapi juga melalui modernisasi simpul mobilitas udara. Transformasi bandara seperti Soekarno-Hatta menjadi international mobility hub adalah prasyarat agar kota megapolitan kita benar-benar inklusif dan kompetitif,” jelasnya.
Ia menambahkan, peningkatan kapasitas Terminal 1C dari 3 juta menjadi 10 juta penumpang merupakan indikator penting bahwa Indonesia tengah bersiap memasuki fase baru pertumbuhan mobilitas.
Baca Juga:
Danau Toba Siap Geliat: Dua Event Internasional Tingkatkan Ekonomi Sumut
“Kapasitas besar akan mempercepat pergerakan ekonomi rakyat. Ini bukan proyek infrastruktur semata, tetapi pembangunan keadilan akses. Bandara yang nyaman adalah hak semua kalangan, bukan hanya pengguna premium,” tegas Tohom.
Tohom juga menyoroti pentingnya merawat elemen-elemen asli terminal seperti lampu-lampu yang dipertahankan sejak 1985.
Menurutnya, perpaduan modernitas dan warisan arsitektur adalah langkah yang memperkaya narasi bandara sebagai ruang publik.
Baca Juga:
Jelang Aquabike Jetski World Championship 2024, 80 Ton Lebih Logistik Tiba di Pelabuhan Belawan
“Bangunan publik yang baik adalah yang punya jiwa. Terminal 1C membuktikan bahwa teknologi dan budaya bisa bersanding tanpa saling meniadakan,” ungkapnya.
Dalam pandangan Tohom, transformasi ini merupakan sinyal bahwa Indonesia bergerak dari konsep bandara sebagai tempat transit menuju bandara sebagai pengalaman.
“Ketika negara menghadirkan pelayanan yang memanusiakan dan menginspirasi, maka martabat publik pun terangkat," pungkasnya.