Berdasarkan data KPK periode 2004-2023, kasus korupsi di pengadaan barang dan jasa mencapai 339 kasus, sehingga menjadikannya sebagai kasus terbesar kedua, di bawah gratifikasi dan penyuapan.
KPK memasukkan sektor ini ke 8 fokus area dalam Monitoring Centre for Prevention (MCP) dalam mengintervensi perbaikan tata kelola pemerintah daerah.
Baca Juga:
Pemprov DKI Jakarta Pastikan Kota Kembali Bersih Pasca Pelantikan Presiden Prabowo
Alexander Marwata mengaku miris dengan persepsi tindakan koruptif di kalangan masyarakat. Menurutnya, tindakan kotor itu kini dinilai wajar untuk dilakukan. Ia juga mengaku banyak menerima informasi dan mendengar cerita dari para penyelenggara negara, pejabat-pejabat. "Sekarang orang enggak takut lagi pak untuk korupsi’."
Menurutnya, orang berani korupsi di Indonesia karena menilai risikonya rendah. Sedangkan, kemungkinan untung dalam waktu cepat lebih tinggi.
"Korupsi itu di Indonesia risikonya rendah. Berbeda dengan investasi yang high riks (risiko tinggi), korupsi itu risiko rendah, kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan yang besar (kalau korupsi) tinggi," ucap Alex.
Baca Juga:
Kota Bagansiapiapi Bersih di Event Nasional Bakar Tongkang 2024
Pemerintah dan penegak hukum juga disebut kesusahan untuk membuat korupsi di Indonesia sangat berisiko. Sistem pemberantasan maupun pencegahan rasuah di Indonesia belum seketat Singapura dan Hong Kong.
"Aparat ASN di Singapura dan Hong Kong yang memungut minta sesuatu atau menerapkan pungli enggak ada yang menindak rendah. Begitu ada Corrupt Practices Investigation Bureau (otoritas pemberantasan korupsi Singapura) zero tolerance menindak," ujar Alex.
Penegakan kasus korupsi di Indonesia juga disebut belum seketat Singapura. Menurut Alex, Kepala Negara harus membuat gebrakan agar tindakan rasuah ditakuti.