Ia mendorong masyarakat, koperasi, dan komunitas lokal untuk membangun toko mini secara mandiri, baik melalui skema gotong-royong maupun dukungan pemerintah daerah.
“Kita tidak butuh modal triliunan. Yang kita perlukan adalah visi dan kemauan bersama. Bayangkan jika setiap RW memiliki satu toko mini milik warga yang dikelola secara akuntabel dan profesional, itu akan memperkuat ekonomi rakyat sekaligus menciptakan lapangan kerja lokal,” tegasnya.
Baca Juga:
Dukung Inovasi Ritel, Wamendag Roro Tegaskan Kontribusi Ritel bagi Ekonomi dan Perdagangan Nasional
Tohom juga mengingatkan bahwa kejatuhan ritel besar di kawasan aglomerasi bukanlah fenomena lokal, melainkan sinyal sistemik tentang ketidakseimbangan antara kapital besar dan daya beli masyarakat urban.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa ketimpangan infrastruktur ekonomi di kawasan metropolitan telah lama menjadi bom waktu.
"Penutupan ini adalah ledakan kecil dari persoalan besar yang tidak ditangani sejak lama,” tuturnya.
Baca Juga:
Wanti-wanti Pengusaha RI! IPO Rp21 Triliun 2021 Lalu Tutup 2024, Investor Bukalapak Gigit Jari
Sebagai pengamat kebijakan publik dan advokat perlindungan konsumen, Tohom menyerukan perlunya intervensi kebijakan untuk menciptakan ekosistem ritel baru yang lebih adil.
Ia mengusulkan agar pemerintah daerah memberikan insentif pajak dan pembebasan sewa lahan untuk toko-toko komunitas.
“Kalau pemerintah bisa kasih insentif buat investor asing, kenapa tidak untuk warga sendiri yang ingin bangun toko?” ujarnya kritis.