Lebihlanjut Natar mengatakan bahwa, persoalan banjir di Jakarta tidak akan pernah selesai jika pembangunan, perbaikan saluran dilaksanakan hanya berdasarkan selera owner (pengguna barang/jasa) tidak berdasarkan metode tata cara pemasangan yang benar.
Buruknya sistem drainase di DKI Jakarta adalah faktor utama terjadinya banjir setiap musim hujan, namun untuk menutupi kegagalan tersebut, Pemprov DKI Jakarta bersepakat mengatakan “banjir kiriman”. Tidak sedikit kalangan menuding bahwa, bahasa tersebut hanyalah pembenaran atas kegagalan Pemprov DKI Jakarta mengatasi banjir yang terjadi.
Baca Juga:
Pemerintah Garap 18 Proyek Hilirisasi Rp618 Triliun, Berpotensi Serap 104.974 Tenaga Kerja
Patut diduga bahasa “banjir kiriman” dianggap manjur/efektif untuk menutupi perencanaan yang tidak profesional, bahasa trendnya perencanaan abal-abal dan kesepakatan terselubung yang saling menguntungkan antara pihak penyedia dengan Owner.
Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Kota Adm Jakarta Utara, Saiful, saat hendak konpirmasi melalui pesan whatsapp, Selasa (18/6) tidak aktif. Berita ini masih membutuhkan konfirmasi lebihlanjut.
[Redaktur: JP Sianturi]