“Kita butuh lebih banyak kota satelit yang bukan sekadar hunian, tapi juga punya peran strategis dalam mengurangi beban Jakarta dan menciptakan keseimbangan wilayah. Aglomerasi itu bukan hanya konektivitas fisik, tapi juga konektivitas fungsi,” ujarnya.
Ia pun mengapresiasi komitmen Asthara terhadap prinsip keberlanjutan.
Baca Juga:
Pemprov Jabar Perpanjang Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Hingga 30 Juni 2025
Menurutnya, proyek ini menjadi refleksi transformasi paradigma pembangunan nasional dari sekadar pembangunan fisik menjadi penciptaan ruang hidup yang regeneratif.
“Kalau kota dibangun dengan filosofi keberlanjutan, maka dampaknya bukan hanya pada efisiensi, tapi juga kualitas peradaban. Itulah inti aglomerasi masa depan,” tegasnya.
Tohom berharap proyek ini menjadi pemantik bagi pengembang lain untuk melihat aglomerasi bukan sebagai jargon, melainkan sebagai peluang menyusun arsitektur wilayah yang berdaya tahan.
Baca Juga:
Pemprov Jabar Perpanjang Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Hingga 30 Juni 2025
“Asthara Skyfront City adalah fondasi dari kota global Indonesia yang tidak hanya terhubung secara digital, tapi juga secara sosial dan ekologis,” sebutnya.
Sebelumnya, CEO Asthara Skyfront City, Supardi Ang, mengungkapkan bahwa kota seluas 1.100 hektare ini akan dirancang sebagai kawasan hunian, bisnis, dan gaya hidup terpadu yang ramah lingkungan.
“Kami berharap kehadiran Skyfront City dapat membuka lapangan kerja dan mendongkrak pengembangan kawasan sekitar,” katanya.