A-Green mulai membudidayakan tanaman hidroponik yang dilakukan se-ekonomis mungkin.
“Pupuknya kita enggak beli, kita pakai pupuk dari sampah dapur organik warga. Artinya kita membuat beberapa siklus tertutup. Contohnya, setiap pagi habis masak, warga membawa sampah-sampah dapurnya untuk dimasukkan ke tempat komposter hingga membusuk bisa jadi pupuk untuk tanaman-tanaman di lahan,” jelasnya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Tekad Pemprov Bali Jadi Destinasi Wisata Bebas Sampah Dunia
“Jadi pupuknya sudah gratis alias ngak usah beli. Setelah sayurnya besar, warga bisa membeli sayur tersebut untuk dikonsumsi. Sisa makanan yang dimakan itu dibawa lagi ke komposter untuk diolah jadi pupuk. Itulah namanya siklus tertutup. Jadi muter-muter di sini aja sampah itu,” imbuhnya.
Di A-Green ini juga ditanami tanaman-tanaman obat kesehatan keluarga mulai dari jarak, lavender, mangkokan, sambung nyawa, serta tanaman obat lainnya yang dapat dipergunakan warga, serta untuk dijual.
Selain tanaman sayuran dan kesehatan, A Green juga mempunyai kolam mini budidaya ikan lele dan ikan nila.
Baca Juga:
Bank Kalsel Serahkan Bantuan CSR Mesin Pengelolaan Sampah untuk Banjarmasin
Bibit ikan-ikan ini bisa didapat dari bantuan sudin Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) atau dibeli dengan kocek kas A-Green.
Kata Andy, proses budidaya ikan ini sama dengan proses pengelolaan sampah untuk tanaman-tanaman tadi melalui siklus tertutup.
“Sampah dapur warga dikasih makan ke magot. Magotnya ini nanti kalau sudah banyak dan lebih bisa dikasi jadi makanan ikan. Karena protein ikannya banyak, ikan pun cepat besar. Lalu dipanen dan dijual lagi ke warga. Warga makan ikan, lalu sisa sampahnya kembali diolah lagi. Begitu seterusnya menjadi siklus tertutup,” ungkap Andy.