Sekitar 75-an peserta yang hadir offline adalah para pengurus pusat, serta pengurus dan ketua di Jabodetabek. Sementara mereka yang ada di luar Jabodetabek mengikuti lewat kanal Youtube. Setelah tanya jawab para narasumber satu per satu memberikan closing statement-nya.
Perjuangan untuk paradigma-paradigma positif dan inklusif tak pernah kalah
Baca Juga:
KWI Kunjungi Organisasi Kepemudaan Lintas Agama, Ada Apa?
Romo Aloys Budi mengapresiasi perjumpaan yang terus melanggengkan kebaikan demi kebaikan, apapun persoalannya.
“Bahwa kemudian ada Deklarasi Jakarta-Vatikan, yang secara tegas merumuskan suatu keprihatinan itu menjadi sesuatu yang memang harus terus digemakan,” ujar Doktor Ilmu Lingkungan ini.
“Yang seperti ini (Deklarasi Jakarta-Vatikan) dalam perspektif ekotheologis itu kerap kali langka. Mencari figur yang seperti Gus Dur itu seribu satu, mencari figur seperti Romo Mangun itu perlu menunggu berapa puluh tahun, dan mencari momentum mendeklarasikan keprihatinan seperti di dalam Deklarasi Jakarta-Vatikan ini tidak bakal terulang lagi,” katanya.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah Orientasi Pengurus dan Rapat Kerja Pemuda Katolik, SMK Nawa Cita Mego Liburkan Siswa
Oleh karena itu, Romo yang piawai memainkan saxophone itu pun berharap jangan sampai Deklarasi Jakarta-Vatikan ini menjadi artefak.
“Itu bahasa Antropologi yang sangat menohok saya, artefak itu seakan-akan benda mati. Padahal justru ketika ada artefak, lalu munculah kehendak untuk membaca dengan baik, bisa jadi kemudian menjadi legenda yang terus sustainable, tak kenal waktu dan tetap lestari,” ucapnya.
Kata Rm Aloys, “Dalam konteks kita inklusivitas sangat penting. Membuang semua prasangka yang memang tidak mudah. Sembilan belas tahun saya di Semarang dan bergaul dengan masyarakat akar rumput Desa Kendeng dengan segala tarik ulur dinamikanya, tetapi di Pilkada tahun lalu, saya seperti memetik buahnya, itu indikator secara sosial politik jelas di Kota Semarang yang jadi calon walikota memiliki tiga beban: Katolik, Chinese, perempuan lagi. Dengan berbagai serangan di medsos digaungkan bahwa memilih pemimpin yang tidak seakidah itu haram. Tetapi kita bergerak, kita berjuang jangan sampai kota yang sudah kita bangun lama sebagai kota inklusif itu hancur karena itu. Dan, apa yang terjadi kesabaran akar rumput itu dahsyat, akhirnya beliau menang telak, meskipun ada berbagai hambatan baik medsos dan orasi-orasi yang cenderung diskriminatif dan eksklusif.” katanya.