“Kita harus berani menyuarakan secara terus menerus dan berkesinambungan, dan minta bantuan Tuhan dengan mendoakan tiap hari doa Fransiskus Asisi 'Jadikan aku pembawa damai', semoga doa itu bisa jadi pegangan kita,” ujarnya.
Menurut Mayong, jargon-jargon seperti toleransi, kesetaraan, penghargaan terhadap sesama, penghormatan terhadap kemanusiaan, kebangsaan dan sejenisnya itu hanya disuarakan oleh umat minoritas.
Baca Juga:
KWI Kunjungi Organisasi Kepemudaan Lintas Agama, Ada Apa?
“Di seberang sana gak ada tuh yang mempersoalkan. Semangat atau prinsip penghargaan terhadap sesama, laki-laki atau perempuan, kayaknya hanya kita-kita saja. Juga toleransi, kebersamaan sebagai warga negara, tidak ada di luar sana, hanya kita yang asyik dengan itu,” ujarnya.
Mayong mempertanyakan apakah umat Katolik akan terus berbusa-busa dengan kata-kata indah tersebut. Yang terpenting, tandasnya, bagaimana menularkan hal itu kepada orang lain.
“Bagaimana di sebelah sana juga terus memperjuangkan hal yang sama. Ini PR kita yang sangat besar, tugas kita bersama. Setidaknya kalau tidak ingin menggangu ya jadilah orang baik sebagai tetangga, syukur-syukur bisa menularkan gagasan atau mempengaruhi hal positif,” ujarnya.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah Orientasi Pengurus dan Rapat Kerja Pemuda Katolik, SMK Nawa Cita Mego Liburkan Siswa
Sebagai penutup diskusi, Iren mengatakan bahwa Deklarasi Jakarta-Vatikan sudah sangat pas dengan Pancasila, bahkan relevan di tataran dunia.
“Kalau kita bicara nilai-nilai Pancasila berarti Deklarasi Jakarta-Vatikan itu sudah mengurusi hingga isu-isu internasional. Tinggal penjabarannya harus dirumuskan oleh Pemuda Katolik,” katanya.
Keadilan dan Perdamaian untuk Dunia