Artinya, jelas Rm Aloys, “Kalau kita mau sungguh berjuang untuk paradigma-paradigma yang positif dan inklusif itu yakinlah kalau kita gak pernah kalah.”
Lebih jauh Rm Aloys mengungkapkan bahwa gereja Katolik tidak menolak apapun yang baik, yang benar, yang suci dan indah, yang ada di dalam semua agama dan kebudayaan.
Baca Juga:
KWI Kunjungi Organisasi Kepemudaan Lintas Agama, Ada Apa?
“Itu yang menjadi pedoman saya setiap kali saya bergaul, bersilaturahim sehingga kerap kali justru Katolik yang dangkal yang justru sering menyerang saya: 'Romo kok hari minggu di masjid, di pura, di gereja lain, diragukan ke-Katolikannya', sampai seperti itu,” ujarnya.
“Jadi surat kaleng itu datang bertubi-tubi ketika kita mencoba untuk hadir memberi teladan, tetapi keteladanan pun tidak semudah membalikkan telapak tangan,” imbuhnya.
Baca Juga:
Jadi Tuan Rumah Orientasi Pengurus dan Rapat Kerja Pemuda Katolik, SMK Nawa Cita Mego Liburkan Siswa
Maka dari sini, lanjut Rm Aloys Budi Purnomo, konteksnya kaderisasi.
“Pengkaderan itu dapat dibangun dalam bingkai deklarasi ini. Karena yang mendeklarasikan itu organisasi kepemudaan mereka harus bersinergi dengan lembaga-lembaga resmi untuk semakin mengakarkan cita-cita ini, sesuatu yang harus terus diperjuangkan ke depan,” pungkasnya.
Sementara Betaria mengusulkan agar Pemuda Katolik tidak hanya berhenti pada deklarasi tetapi yang lebih penting bagaimana mewujudkannya.