Kegagalan implementasi ERP berpotensi memberikan kontribusi langsung terhadap semakin parahnya kemacetan di Jakarta, terutama pada jam-jam sibuk. Oleh karena itu, komitmen dan kesungguhan Dishub DKI serta Pemprov DKI Jakarta untuk menjalankan ERP tidak bisa lagi ditawar. Tidak ada lagi ruang untuk alasan yang berulang, karena kondisi saat ini sudah cukup menunjukkan adanya kegagalan yang nyata.
Sebagaimana diketahui, kemacetan parah di Jakarta terutama disebabkan oleh tingginya volume kendaraan yang melintas, sehingga kondisi lalu lintas semakin memburuk dari waktu ke waktu. Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan turut memperparah situasi tersebut.
Baca Juga:
Kepala BKD DKI Chaidir Diserang Hoaks dengan Tuduhan Dugaan Jual Beli Jabatan
Oleh karena itu, Dishub dan Pemprov DKI Jakarta wajib menunjukkan keseriusan serta komitmen tinggi dalam menerapkan ERP.
Sebagaimana kita ketahui bersama, hingga April 2025 jumlah kendaraan bermotor di Jakarta tercatat lebih dari 10 juta unit, terdiri dari sekitar 7,7 juta sepeda motor, 2,1 juta mobil penumpang, dan lebih dari 450 ribu kendaraan barang. Tanpa kebijakan pembatasan kendaraan berbasis teknologi seperti ERP, lonjakan jumlah kendaraan berpotensi semakin tidak terkendali dan menimbulkan kemacetan parah yang berkepanjangan di Jakarta.
ERP sebenarnya merupakan salah satu kebijakan paling efektif dan berkeadilan dalam mengatur lalu lintas. Dengan penerapan tarif pada zona tertentu, pengendara akan mempertimbangkan kembali penggunaan kendaraan pribadi dan cenderung beralih ke transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, atau LRT.
Baca Juga:
Menakar Untung & Rugi Pernyataan Pramono: Hanya Ingin Menjabat Gubernur Jakarta Satu Periode, Tak Tergiur Nyapres
Jika ERP diterapkan dengan benar, kualitas layanan transportasi publik akan meningkat karena adanya dukungan pendanaan tambahan, sekaligus berkurangnya beban lalu lintas di jalan raya.
Selain itu, rencana penerapan ERP juga telah sejalan dengan jaringan transportasi umum yang semakin berkembang, baik layanan berbasis bus seperti Transjakarta maupun moda berbasis rel seperti MRT, LRT, dan KRL Commuter Line.
Fasilitas transportasi publik ini turut dilengkapi dengan layanan Mikrotrans (JakLingko), yaitu bus kecil yang beroperasi di area permukiman sebagai feeder, serta bus sedang non-BRT yang melayani berbagai rute pengumpan.