Menurutnya, keterbukaan data dan audit publik atas aset-aset yang disewakan adalah langkah awal menuju tata kelola sungai yang berkeadilan.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa pengendalian banjir di kawasan metropolitan tidak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur.
Baca Juga:
Dinilai Semrawut, Sejumlah Praktisi Lingkungan Kritik Keras Tata Ruang Kota Bandung
"Harus ada penataan ruang yang disiplin dan pengawasan ketat terhadap penyalahgunaan lahan di kawasan kritis seperti DAS,” tegasnya.
Ia menambahkan, kawasan aglomerasi Jabodetabekjur, yang terdiri dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur, dan Karawang, adalah jantung pergerakan ekonomi nasional.
“Jika kawasan ini setiap tahun tenggelam oleh banjir yang sebetulnya bisa dicegah, maka yang terancam bukan hanya warga, tapi juga stabilitas ekonomi dan sosial nasional,” ucap Tohom.
Baca Juga:
Praktisi Lingkungan, Dadang Hermawan Sebut Tata Ruang Kota Bandung Rungkad
MARTABAT Prabowo-Gibran mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang kerja sama komersial yang melibatkan aset strategis seperti aliran sungai.
“Pendapatan BUMN bukan alasan untuk menabrak prinsip keselamatan publik dan ekosistem. Ini soal prioritas kebijakan. Dan prioritas kita hari ini haruslah menyelamatkan aglomerasi dari ancaman bencana tahunan,” ujar Tohom.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, mengkritik keras dugaan penyewaan aset milik Perum Jasa Tirta II di sepanjang aliran sungai Bekasi, yang menurutnya menjadi salah satu penyebab banjir besar di kawasan tersebut.