“GSW ini akan mengubah wajah Jabodetabekjur. Tapi transformasi semestinya bukan hanya untuk investor, melainkan juga menyentuh nelayan, komunitas lokal, dan ekosistem pesisir yang rentan. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi kunci,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom menyebut bahwa keterlibatan China dan Korea Selatan bisa menjadi pemicu transfer teknologi dan pembelajaran kebijakan lintas negara.
Baca Juga:
Ini 5 Negara yang Tak Sudi Kirim Bantuan Saat Israel Dilanda Kebakaran
Menurutnya, keahlian Korea dalam sistem perlindungan pesisir urban dan pengalaman China dalam pembangunan infrastruktur berskala besar dapat melengkapi dukungan teknis Belanda yang telah terlibat sejak fase awal NCICD.
“Kalau Indonesia bisa memadukan disiplin Belanda, efisiensi Korea, dan skala China, maka kita benar-benar sedang membangun pelindung peradaban masa depan,” ujarnya optimistis.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyebut bahwa sejumlah negara telah menyatakan minat serius untuk terlibat dalam proyek GSW.
Baca Juga:
Hardiknas, Puluhan Pelajar Berprestasi di Pakpak Bharat Menerima Penghargaan
China dan Korea Selatan saat ini sedang menjajaki keterlibatan lebih dalam, sementara Belanda telah mengalokasikan dana hingga 300 juta euro melalui Invest International sebagai dukungan terhadap proyek-proyek strategis Indonesia, termasuk pembangunan tanggul laut, instalasi air minum dari air gambut, dan inisiatif waste-to-energy di beberapa wilayah.
Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Marc Gerritsen, menegaskan bahwa dukungan negaranya terhadap program pengamanan pesisir telah berlangsung sejak 2008 dan akan terus diperkuat melalui berbagai instrumen pendanaan berkelanjutan yang bersifat hibah dan pinjaman lunak.
Dengan kolaborasi multinasional yang semakin konkret, pembangunan Giant Sea Wall kini tak hanya menjadi proyek rekayasa teknik, tetapi juga simbol kesiapan Indonesia mengamankan masa depan kawasan megapolitan terbesar di Asia Tenggara.